Before
Aku menghela nafas. Kurasakan
separuh energiku terkuras habis sejak tadi, wajahku yang kotor terkena debu dan
keringat semakin memperjelas keletihanku. Sekarang aku masih harus mengangkat
beberapa kardus lagi, berat. Hari ini adalah hari pertama aku menempati rumah
baru, rumah yang lumayan besar dengan halaman yang luas dan asri.
Kurasakan pinggangku mulai pegal,
akhirnya akupun bergegas naik kekamar baruku yang berada dilantai 2, kamarku
masih berantakan, hanya beberapa perabotan seperti sofa dan kasur yang
memenuhinya, tanpa berpikir panjang, aku
segera naik kekasur dan meng-istriahatkan tubuh dan otakku, dan tidak
bisa kupungkiri, aku juga harus meng-istriahatkan perasaanku. Segera ku raih ponselku ketika ku dengar
suara dering yang telah kuhafal, setengah berharap aku meraihnya dan mencoba
membaca nama yang tertera di layar ponselku, seketika harapanku pupus saat
mendapati nama yang tertera dilayar ponselku bukanlah nama yang kuharapkan,
dengan malas aku mendekatkan ponselku ketelinga.
“Sudah sampai? Bagaimana rumah
barumu?” tanya Hanny dengan antusias, “Ya, lumayan, padahal aku kira rumahku
bakal mirip rumah hantu, tapi ternyata tempat ini cukup asri” jawabku sambil
menutup mata. “Benarkah? Apakah Harry meneleponmu? Sejak tadi dia masih
dikamar, dan asal kau tahu saja, rumahku menjadi sangat sepi sejak kepindahanmu
Ra” kata Hanny, bisa kubayangkan wajahnya yang cantik sedang menggerutu saat
berbicara, Hanny adalah tetangga dirumah duluku, dan dia mempunyai seorang
abang, namanya Harry, cinta pertamaku.
Sejak dulu aku , Hanny dan Harry
telah tumbuh bersama, petemanan kami telah berlangsung sejak aku masih berumur
8 tahun, saat itu aku sedang menangkap seekor capung digot depan rumahku, tapi
tiba-tiba kedua bersaudara itu mengejutkanku dan kelanjutannya pasti bisa
dibayangkan. Ya, aku jatuh kedalam got dan mereka berdua berteriak histeris,
Harry yang saat itu telah berusia 10 tahun langsung menyelamatkanku, dengan
susah payah dia menarikku dan akhirnya berhasil, hanya saja akhirnya dia juga
harus rela jika kaos snoppy kesayangannya harus berlumur lumpur yang sangat
bau, dan saat itulah aku jatuh cinta padanya, seorang anak laki-laki berkaos
snoppy.
Setelah bercerita panjang lebar
dengan Hanny, aku segera menutup telepon dan mencoba tidur, seluruh badanku
juga telah menuntut untuk diistriahatkan, sambil menutup mata aku kembali
mengingat-ngingat masa laluku, semua seakan masih sangat jelas, aku masih ingat
saat aku dan Hanny sedang bermain ayunan dihalaman rumah Hanny yang terbilang
sangat sejuk dan luas, sejauh mata memandang yang ada hanyalah rumput-rumput kecil terawat,
bunga berwarna-warni dan sebuah pohon mangga yang sangat besar dan rindang,
saat itu Harry memetik sebuah bunga kecil berwarna kuning dan menyematkannya
ketelingaku, laki-laki itu tertawa lebar memamerkan deretan gigi berwarna putih
dan mata sipitnya, membuatku tersenyum tak kalah lebar.
Selama ini aku telah mencintai pria
itu, mencintainya selama 10 tahun, tapi
sampai sekarang aku tidak pernah tahu apa perasaanku terbalas atau tidak,
setetes air mataku menetes tanpa kusadari, mengingatnya saja sungguh membuatku
sakit hati, aku tak pernah berani menanyakan perasaannya padaku, mungkin ini
karena aku takut dengan segala kemungkinan yang terjadi, aku takut dia tidak
mencintai aku seperti aku mencintainya.
Otakku
kembali berkelana sesukanya dan berhenti mengulang memori saat aku berusia 10
tahun, saat aku telah menjadi seorang
gadis SMP, hari itu aku terbangun oleh suara teriakan Hanny dari halaman
rumahku, dengan malas aku mengintip kearah jendela dan mendapati kedua bersaudara
itu telah siap dengan pakaian yang melekat ditubuh mereka, Hanny dengan dress
pink berpita putih dan tentu saja Harry tidak kalah keren, dia memakai kaos
berwarna putih bertuliskan “LOVE” berwarna pink dengan celana selutut berwarna
krem, dengan rambut jabrik dan lesung pipi yang membuatnya semakin menawan.
Setelah turun dan bersiap-siap mereka mengajakku kesuatu tempat dibelakang
komplek, disana terdapat sebuah jembatan kayu yang mulai rapuh dengan
dikelilingi batu-batu besar.
“SURPRISE!!”
teriak Hanny saat mereka membuka penutup mata yang sedari tadi telah menutup
mataku, mataku terbelalak saat mendapati jembatan tua itu telah dihias dengan
pita-pita pink, beberapa balon juga disematkan begitu saja diranting pohon,
tiba-tiba Harry datang membawa sebuah kue berwarna putih dengan beberapa lilin
menyala diatasnya, ya, hari itu hari ulang tahunku.
Tak
hanya puas membuat permohonan dengan lilin, kami juga menuliskan permohonan di
kertas dan mengikatkannya ke balon, berharap permohonan kami sampai keatas dan
terbaca oleh para malaikat, sambil mengadah keatas melihat 3 balon telah
semakin mengecil, kami saling tertawa dan menatap satu sama lain, saat itu aku
sangat berharap waktu bisa berhenti berputar, membiarkan kami bertiga disini.
Dan aku bisa melihat senyuman Harry untuk selama-lamanya.
Kurasakan
air mataku kembali menetes mengingat segala kenangan yang pernah kulewati,
sampai detik ini perasaanku masih tetap sama, aku tak pernah bisa melihat pria
lain selain Harry, pria itu telah membuatku jatuh cinta, membuatku jatuh terlalu dalam hingga aku tak
mampu untuk pergi lagi, tak pernah sedikitpun perasaanku berubah. Aku
memejamkan mata, dan dengan perasaan tak karuan aku pun tertidur.
Kulihat
laki-laki yang berdiri didepanku ini, mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna
putih merah yang sangat serasi dengan kulitnya, dengan celana selutut berwarna
putih semakin membuatku tak berhenti menatapnya, rambutnya yang jabrik yang tak
terlalu rapi membuatnya semakin tampan, bibir merahnya tak berhenti tersenyum
saat aku dan Hanny memuji penampilannya hari ini, dengan terburu-buru dia pergi
kesekolah barunya memakai sepeda karena letaknya yang sangat dekat dengan
komplek kami, hari ini Harry telah menjadi murid SMA, tak pernah mau ku
bayangkan apa yang akan terjadi, aku takut Harry akan jatuh cinta pada orang
lain.
Semakin
hari kurasakan Harry semakin menjauh, kegiatan rutin kami yang akan selalu
makan malam bersama setiap hari sabtu mendadak hilang, Harry tidak pernah hadir
lagi, dia akan memilih pergi dengan teman-teman sebayanya, selalu memberikan
janji dan harapan yang akhirnya dia ingkari, membuatku hanya menghela nafas
setiap melihatnya pergi dari jendela kamarku. Aku merindukan masa lalu, aku
merindukan kami yang dulu, aku merindukannya, sungguh-sungguh merindukannya.
Aku terbangun dan samar-samar
kulihat cahaya oranye menembus kedalam kelopak mataku, ternyata mimpi. Hanya saja
aku memimpikan kenangan-kenangan pahitku. Dengan malas aku memaksa kakiku
mendekati jendela kamarku yang menghadap langsung kehalaman, gorden kamarku yang berwarna putih melambai-lambai
terkena angin kencang, sepertinya akan turun hujan. Dengan tergesa-gesa aku menuruni tangga dan
menggambil beberapa kotak kardus yang memuat barang-barangku. Kususun baju-baju
dan segala perlengkapanku kedalam lemari, tiba-tiba mataku melihat sebuah lukisan
yang sudah sangat ku kenal.
Sebuah
lukisan tangan milikku dan Harry, seingatku kami membuatnya berdua saat Hanny
sedang pergi kerumah teman-temannya, kejadian itu sekitar 3 tahun yang lalu,
saat itu aku dengan sengaja mencoret pipinya dan dia membalasku dengan
mengoleskan cat air kehidungku, lukisan usang yang mulai memudar, waktu itu aku
hanya bisa melihat wajah Harry yang letih dan serius sedang melukis sebuah
pohon dan ayunan, setelah berjam-jam melukis, akhirnya lukisan itupun selesai. Akhirnya
air mataku berhasil menembus pertahanan yang dari tadi telah kubuat , semua ini
terlalu berat, terlalu banyak kenangan yang telah kulewati dengannya.
Kusentuh
lukisan itu dan kuperhatikan baik-baik, ada sebuah lukisan bunga kecil berwarna
kuning dan dibawahnya terdapat sebuah tulisan bertuliskan “Aku mencintaimu”
saat aku menerawangnya. Mataku terbelalak membaca tulisan itu, tulisan tangan
Harry, apakah selama ini Harry juga mencintaiku? Apakah ternyata aku tidak
bertepuk sebelah tangan? Apakah aku masih belum terlambat?
Tanpa
berpikir panjang aku
segera berlari keluar rumah, aku harus menemui Harry sekarang juga, kurasakan
hujan rintik-rintik telah membasahi seluruh tubuhku, entahlah aku tidak peduli,
aku tidak bisa menyembunyikan rona kebahagiaanku, ternyata selama ini cintaku
terbalas, dan semoga aku masih belum terlambat. Aku terus berlari menuju rumah
Harry yang hanya berbeda sekitar 4 komplek dari komplek baruku, sepanjang jalan
aku terus memikirkan pria itu, dan melupakan kemungkinan terburuk yang akan
terjadi.
And life will not be repeated.
Langkahku
terhenti saat melihat pemandangan didepanku ini, seorang pria sedang memeluk
seorang wanita dengan mesra, dan pria itu membenamkan wajahnya dibahu wanita
itu, sang wanita tersenyum dan menepuk-nepuk bahu pria itu, seakan berkata “Ada
aku disini”, pria itu adalah Harry.
Langkahku bergerak mudur dan tanpa
sadar aku kembali berlari menjauhi tempat itu, air mataku tak berhenti
mengalir, dengan hujan yang semakin deras semakin membuatku yakin bahwa alampun
ikut merasakan kesedihanku saat ini. Aku telah terlambat, aku telah terlambat
dari 3 tahun lalu. Apakah begitu sulit untuk memilikinya? Apakah waktu 10 tahun
mencintainya tak cukup untuk membuktikan bahwa aku sangat mencintainya? Dan aku
baru sadar, hal yang seharusnya kulakukan dari dulu adalah mengatakan bahwa aku
sangat mencintainya.
Karena lelah akhirnya akupun berhenti berlari
dan memilih jongkok sambil membenamkan wajahku, aku tidak bisa menahannya lagi,
tangisku meledak sederas hujannya sore ini . Kurasakan air yang sedari tadi
menusuk-nusuk punggungku berhenti, apakah hujannya telah reda? Dengan heran aku
mengadah keatas dan mendapati seorang pria berkacamata dengan kulit putih dan
tinggi sekitar 173 cm menatapku khawatir, dia membawa sebuah payung berwarna
merah dan menyodorkanku sebuah sapu tangan, laki-laki itu tersenyum dan menatapku
dengan lembut.
“Aku
Hayden, kamu gak apa-apa?” tanyanya hati-hati.
“Aku
Rara” jawabku bingung.
And
my life began.
The End